Laman


Selasa, 03 Desember 2019

Peraturan LKPP No 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam dalam PBJ Pemerintah

Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/jasa

Status

Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/jasa ini mencabut Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 Tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1226)

Latar Belakang

Latar belakang penetapan Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/jasa adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 91 ayat (1) huruf v dan huruf w Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, perlu menetapkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dasar Hukum

Dasar Hukum Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/jasa adalah:
  1. Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 314);
  2. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33);

Isi

Berikut adalah isi dari Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/jasa (tidak dalam format asli):

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Lembaga ini yang dimaksud dengan:
  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
  2. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  3. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  4. Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
  5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
  6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  7. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
  8. Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian /Lembaga yang bersangkutan.
  9. Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
  10. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
  11. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) untuk mengelola pemilihan Penyedia.
  12. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
  13. Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
  14. Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
  15. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.
  16. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
  17. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
  18. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
  19. Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada Peserta pemilihan /Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu.
  20. Daftar Hitam Nasional adalah kumpulan sanksi daftar hitam yang ditayangkan pada Portal Pengadaan Nasional.
  21. Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam proses katalog yang selanjutnya disebut Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah adalah Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani kontrak katalog.
  22. Hari dalam peraturan ini adalah hari kerja.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan ini meliputi :
  1. perbuatan atau tindakan peserta pemilihan /Penyedia yang dikenakan sanksi daftar hitam;
  2. penetapan sanksi daftar hitam; dan
  3. penundaan dan pembatalan sanksi daftar hitam.

BAB III
PERBUATAN ATAU TINDAKAN PESERTA PEMILIHAN/ PENYEDIA YANG DIKENAKAN SANKSI DAFTAR HITAM

Pasal 3

Sanksi daftar hitam diberikan kepada peserta pemilihan /Penyedia apabila :
  1. peserta pemilihan menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
  2. peserta pemilihan terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
  3. peserta pemilihan terindikasi melakukan Korupsi, Kolusi, dan/atau Nepotisme (KKN) dalam pemilihan Penyedia;
  4. peserta pemilihan yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan;
  5. peserta pemilihan yang mengundurkan diri atau tidak menandatangani kontrak katalog;
  6. pemenang Pemilihan yang telah menerima Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa (SPPBJ) mengundurkan diri sebelum penandatanganan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK;
  7. Penyedia yang tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa; atau
  8. Penyedia tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan sebagaimana mestinya.

Pasal 4

  1. Peserta pemilihan /Penyedia yang bergabung dalam satu konsorsium/kerja sama operasi/kemitraan/bentuk kerjasama lain dikenakan Sanksi Daftar Hitam apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
  2. Pengenaan Sanksi Daftar Hitam terhadap Peserta pemilihan/Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada perjanjian konsorsium/kerja sama operasi/kemitraan/bentuk kerjasama lain.

Pasal 5

  1. Sanksi Daftar Hitam yang dikenakan kepada kantor pusat perusahaan berlaku juga untuk seluruh kantor cabang/perwakilan perusahaan.
  2. Sanksi Daftar Hitam yang dikenakan kepada kantor cabang/perwakilan perusahaan berlaku juga untuk kantor cabang/perwakilan lainnya dan kantor pusat perusahaan.
  3. Sanksi Daftar Hitam yang dikenakan kepada perusahaan induk tidak berlaku untuk anak perusahaan.
  4. Sanksi Daftar Hitam yang dikenakan kepada anak perusahaan tidak berlaku untuk perusahaan induk.

BAB IV
PENETAPAN SANKSI DAFTAR HITAM

Bagian Pertama
Masa Berlaku Sanksi Daftar Hitam

Pasal 6

  1. Sanksi Daftar Hitam berlaku sejak tanggal Surat Keputusan ditetapkan dan tidak berlaku surut (non-retroaktif).
  2. Penyedia yang terkena Sanksi Daftar Hitam dapat menyelesaikan pekerjaan lain, jika kontrak pekerjaan tersebut ditandatangani sebelum pengenaan sanksi.
  3. Peserta pemilihan yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, atau huruf c dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun.
  4. Peserta pemilihan yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d atau huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.
  5. pemenang pemilihan/Penyedia yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, huruf g, atau huruf h dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.

Bagian Kedua
Pihak Yang Berwenang Menetapkan Sanksi Daftar Hitam

Pasal 7

  1. Pemberian Sanksi Daftar Hitam terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan.
  2. Pemberian Sanksi Daftar Hitam terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, huruf g, dan huruf h, ditetapkan oleh :
    1. PA/KPA atas usulan PPK; atau
    2. PA/KPA yang merangkap sebagai PPK.
  3. Pemberian Sanksi Daftar Hitam terhadap perbuatan dalam proses katalog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf e ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.

Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan Sanksi Daftar Hitam

Pasal 8

Penetapan Sanksi Daftar Hitam dilakukan melalui tahapan yang meliputi :
  1. pengusulan;
  2. pemberitahuan;
  3. keberatan;
  4. permintaan rekomendasi;
  5. pemeriksaan usulan; dan
  6. penetapan.

Paragraf 1
Pengusulan

Pasal 9

  1. Dalam hal PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan mengetahui/menemukan adanya perbuatan Peserta pemilihan /Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 maka PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan melakukan pemeriksaan dengan cara:
    1. penelitian dokumen; dan
    2. klarifikasi dengan mengundang pihak terkait, antara lain:
      1. peserta pemilihan/Penyedia; dan/atau
      2. pihak lain yang dianggap perlu.
  2. Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan /Penyedia dan/atau pihak lain yang dianggap perlu sebagai saksi.
  3. Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
    1. hari/tanggal;
    2. identitas para pihak;
    3. keterangan para pihak;
    4. kesimpulan pemeriksaan; dan
    5. tanda tangan para pihak.
  4. Dalam hal peserta pemilihan/Penyedia/pihak lain pada pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir atau hadir tetapi tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Pemeriksaan cukup ditandatangani oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan.
  5. Dalam hal PA/KPA merangkap sebagai PPK, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PA/KPA.

Pasal 10

  1. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan menyampaikan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada PA/KPA paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditandatangani.
  2. Pokja Pemilihan menyampaikan usulan penetapan sanksi daftar hitam dalam proses katalog kepada Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditandatangani.
  3. Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diganti dengan dokumen/ bukti lain yang dianggap cukup untuk menjadi dasar usulan.
  4. Usulan PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat:
    1. identitas Peserta pemilihan /Penyedia;
    2. data paket pekerjaan;
    3. perbuatan/tindakan yang dilakukan peserta pemilihan/Penyedia;
    4. Berita Acara Pemeriksaan atau dokumen/bukti lain; dan
    5. bukti pendukung (surat pemutusan kontrak, foto, rekaman, dan lain-lain).
  5. Format surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Paragraf 2
Pemberitahuan

Pasal 11

  1. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan menyampaikan tembusan/salinan surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada peserta pemilihan/Penyedia pada hari yang sama dengan waktu penyampaian usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2).
  2. Penyampaian tembusan/salinan surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada peserta pemilihan /Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui :
    1. surat elektronik (e-mail);
    2. faksimile;
    3. jasa pengiriman; dan/atau
    4. diantar langsung.

Pasal 12

  1. Dalam hal PA/KPA merangkap sebagai PPK, PA/KPA menyampaikan surat pemberitahuan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada peserta pemilihan /Penyedia paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditandatangani atau dokumen/bukti lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) diperoleh.
  2. Format surat pemberitahuan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Paragraf 3
Keberatan

Pasal 13

  1. Peserta pemilihan/Penyedia yang merasa keberatan atas usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dapat mengajukan surat keberatan kepada PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan menyampaikan tembusan ke APIP.
  2. Penyampaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai bukti pendukung paling lambat diajukan 5 (lima) hari sejak tembusan surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam diterima oleh peserta pemilihan/Penyedia.
  3. Dalam hal surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima setelah APIP menerbitkan surat rekomendasi, keberatan peserta pemilihan/Penyedia dianggap tidak berlaku.

Paragraf 4
Permintaan Rekomendasi

Pasal 14

  1. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyampaikan surat permintaan rekomendasi kepada APIP yang bersangkutan berdasarkan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dengan disertai bukti pendukungnya paling lambat 5 (lima) hari sejak usulan diterima dan/atau surat keberatan diterima.
  2. Dalam hal surat keberatan diterima PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah setelah surat permintaan rekomendasi disampaikan kepada APIP, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dapat menyampaikan kembali surat keberatan tersebut kepada APIP.

Paragraf 5
Pemeriksaan Usulan

Pasal 15

  1. APIP menindaklanjuti permintaan rekomendasi dan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dengan cara melakukan pemeriksaan dan/atau klarifikasi kepada PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan/Penyedia dan/atau pihak lain yang dianggap perlu.
  2. APIP memastikan peserta pemilihan/Penyedia telah menerima tembusan/salinan surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam sebelum melakukan pemeriksaan dan/atau klarifikasi.
  3. Rekomendasi hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak surat permintaan rekomendasi dan/atau surat keberatan diterima.
  4. Dalam hal hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa peserta pemilihan/Penyedia melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, APIP menyampaikan surat rekomendasi kepada PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah agar peserta pemilihan/Penyedia dikenakan Sanksi Daftar Hitam.
  5. Dalam hal hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa peserta pemilihan/Penyedia tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, APIP menyampaikan surat rekomendasi kepada PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah agar peserta pemilihan/Penyedia tidak dikenakan Sanksi Daftar Hitam.
  6. Dalam hal APIP tidak menindaklanjuti permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), APIP dianggap setuju dengan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Paragraf 6
Penetapan

Pasal 16

  1. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam berdasarkan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dan rekomendasi APIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) paling lambat 5 (lima) hari sejak rekomendasi diterima oleh PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
  2. Dalam hal terdapat hasil temuan BPK/APIP yang merekomendasikan peserta pemilihan/Penyedia dikenakan Sanksi Daftar Hitam, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam berdasarkan rekomendasi dari hasil temuan BPK/APIP.
  3. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyampaikan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) kepada peserta pemilihan /Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dan/atau PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan pada hari yang sama dengan waktu Surat Keputusan ditetapkan.
  4. Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
    1. identitas Penyedia Barang/Jasa, antara lain:
    2. data paket pekerjaan;
    3. perbuatan/tindakan yang dilakukan Peserta pemilihan / Penyedia;
    4. ringkasan rekomendasi APIP;
    5. masa berlaku sanksi daftar hitam; dan
    6. nama PA/KPA.
  5. Format Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Pasal 17

Dalam hal rekomendasi APIP menyatakan bahwa peserta pemilihan/Penyedia tidak dikenakan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyampaikan pemberitahuan kepada PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan mengenai penolakan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam.

Bagian Keempat
Penayangan Sanksi Daftar Hitam Pada Daftar Hitam Nasional

Pasal 18

  1. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menayangkan Sanksi Daftar Hitam pada Daftar Hitam Nasional dengan menyampaikan identitas peserta pemilihan/Penyedia kepada Unit Kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik melalui Portal Pengadaan Nasional.
  2. Penayangan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) beserta kelengkapan dokumen pendukungnya paling lambat 5 (lima) hari sejak tanggal Surat Keputusan ditetapkan.
  3. Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas :
    1. Surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam dari PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan;
    2. Surat keberatan Peserta pemilihan/Penyedia (apabila ada keberatan); dan/atau
    3. Surat rekomendasi APIP.
  4. Dalam hal penetapan Sanksi Daftar Hitam atas dasar rekomendasi dari hasil temuan BPK/APIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) atau PA/KPA merangkap sebagai PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam dari PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/ Agen Pengadaan tidak diperlukan.
  5. Unit Kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik menonaktifkan akun Peserta pemilihan /Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dalam sistem pengadaan secara elektronik.
  6. Kebenaran atas isi Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam dan kelengkapan dokumen pendukung adalah menjadi tanggung jawab PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menetapkan.
  7. Segala permasalahan hukum yang timbul akibat penetapan Sanksi Daftar Hitam menjadi tanggung jawab PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menetapkan.

BAB IV
PENUNDAAN DAN PEMBATALAN SANKSI DAFTAR HITAM

Pasal 19

  1. Penundaan Sanksi Daftar Hitam didasarkan atas putusan pengadilan yang mengabulkan penundaan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam.
  2. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keputusan Penundaan Sanksi Daftar Hitam paling lambat 5 (lima) hari sejak putusan pengadilan diterima.
  3. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyampaikan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam pada hari yang sama dengan waktu Surat Keputusan ditetapkan.
  4. Format Surat Keputusan Penundaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Pasal 20

  1. Selama masa penundaan, Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam tidak berlaku.
  2. Dalam hal setelah masa penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam batal, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Sanksi Daftar Hitam.
  3. Dalam hal setelah masa penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sah, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menerbitkan Perubahan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam dalam rangka penyesuaian masa berlaku Sanksi Daftar Hitam.
  4. Masa berlaku Sanksi Daftar Hitam pada Perubahan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan total masa berlaku Sanksi Daftar Hitam dikurangi dengan lama Sanksi Daftar Hitam yang sudah dijalankan.
  5. Dalam hal terdapat penyesuaian masa berlaku sanksi daftar hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melakukan penayangan kembali Sanksi Daftar Hitam pada Daftar Hitam Nasional melalui Portal Pengadaan Nasional dengan masa berlaku sesuai dengan Perubahan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam.
  6. Format Perubahan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Paragraf 2
Pembatalan Sanksi Daftar Hitam

Pasal 21

  1. Pembatalan Sanksi Daftar Hitam didasarkan atas putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
  2. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Sanksi Daftar Hitam paling lambat 5 (lima) hari sejak putusan pengadilan diterima.
  3. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyampaikan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dan/atau PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada hari yang sama dengan waktu Surat Keputusan ditetapkan.
  4. Format Surat Keputusan Pembatalan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Paragraf 3
Penurunan Tayangan Sanksi Daftar Hitam Dari Daftar Hitam Nasional

Pasal 22

  1. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menurunkan tayangan Sanksi Daftar Hitam dari Daftar Hitam Nasional melalui Portal Pengadaan Nasional atas dasar penundaan dengan melampirkan Surat Keputusan Penundaan Sanksi Daftar Hitam dan putusan pengadilan yang mengabulkan penundaan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 paling lambat 5 (lima) hari sejak putusan pengadilan diterima.
  2. PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menurunkan tayangan Sanksi Daftar Hitam dari Daftar Hitam Nasional melalui Portal Pengadaan Nasional atas dasar pembatalan dengan melampirkan Surat Keputusan Pembatalan Sanksi Daftar Hitam dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 paling lambat 5 (lima) hari sejak putusan pengadilan diterima.
  3. Unit Kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik mengaktifkan kembali akun Peserta pemilihan /Penyedia dalam sistem pengadaan secara elektronik setelah Sanksi Daftar Hitam diturunkan dari tayangan Daftar Hitam Nasional.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 23

Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam oleh PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah tetap berlaku sejak tanggal penetapan walaupun jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (1), atau Pasal 22 ayat (2) terlampaui.

Pasal 24

  1. Dalam hal terdapat kesalahan administratif pada Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam yang telah ditetapkan, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah melakukan perubahan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah.
  2. Perubahan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengubah tanggal berlakunya Sanksi Daftar Hitam yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebelumnya.

Pasal 25

  1. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), atau Pasal 11 ayat (1) terlampaui, PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/ Agen Pengadaan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (1), atau Pasal 22 ayat (2) terlampaui, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) terlampaui, APIP dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

Dalam hal Agen Pengadaan yang bertindak sebagai peserta pemilihan/Penyedia melakukan perbuatan/tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Agen Pengadaan dimaksud dikenakan Sanksi Daftar Hitam.

Pasal 27

  1. Dalam hal pihak yang berwenang dalam proses penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 telah diberhentikan, dibebaskan dari jabatan, diberhentikan sementara dari jabatannya, atau mangkat, prosedur penetapan Sanksi Daftar Hitam dilakukan oleh personel yang menjabat saat ini atau personel yang ditunjuk oleh pimpinan Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah.
  2. Dalam hal terjadi perubahan organisasi pada Kementerian/Lembaga atau Perangkat Daerah, prosedur penetapan Sanksi Daftar Hitam dilakukan oleh organisasi yang saat ini memiliki tugas dan fungsi serupa dengan organisasi terdahulu atau organisasi yang ditunjuk oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah.

Pasal 28

  1. LKPP mengembangkan aplikasi Daftar Hitam Nasional pada Portal Pengadaan Nasional.
  2. Prosedur penetapan Sanksi Daftar Hitam serta penayangan dan penurunan tayangan Sanksi Daftar Hitam pada Daftar Hitam Nasional yang dilakukan secara elektronik mengacu kepada panduan pengguna (user manual) Portal Pengadaan Nasional.
  3. Dalam hal seluruh atau sebagian prosedur penetapan Sanksi Daftar Hitam dilakukan secara elektronik, dokumen yang diterbitkan berkekuatan hukum sama dengan dokumen yang diterbitkan secara tertulis.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

  1. Terhadap perbuatan/tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 yang dilakukan peserta pemilihan/Penyedia sebelum Peraturan Lembaga ini ditetapkan dan peserta pemilihan/Penyedia belum dikenakan Sanksi Daftar Hitam maka terhadap peserta pemilihan/Penyedia tersebut dikenakan sanksi daftar hitam dengan prosedur yang mengacu pada Peraturan Lembaga ini.
  2. Daftar Hitam yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dinyatakan masih berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku sanksi.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat Peraturan Lembaga ini berlaku, maka Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 Tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1226), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Peraturan Lembaga ini berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap oramng mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Lembaga ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2018

KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN
PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH,
ttd.
AGUS PRABOWO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar